Memasuki Tahun Baru 1428 H: "Jadikan Diri Sebagai Muslim yang Terarah, Terencana, Mengutamakan Bukti dan Siap Berdakwah ---- Mari Kita Melaksanakan Puasa Asyura dan Tasu’a Di Bulan Muharram ini

Sunday, January 14, 2007

Jangan Tunggu Tua Pergi Haji

Hajj-e-BaytullahAda guyonan umum di antara orang yang pernah menunaikan haji. Mereka biasanya menyesal telah menunda haji hingga sekian lama, ketika usia sudah udzur dan fisik tidak memadai lagi. Mereka bisanya menyarankan segeralah menyegarakan naik haji ketika usia masih muda.

Ya, persiapan haji yang utama adalah usia.

Kalau kita sudah dikarunia rejeki yang cukup, sedang usia kita masih muda, bersyukurlah pada Allah. Sesungguhnya kita beruntung. Kalau kita naik haji pada usia seperti itu tentu akan sungguh nikmat.

Ada yang bilang, “Saya ragu naik haji. Usia masih tiga puluhan. Takut kalau sudah balik, perilaku saya masih tetap seperti dulu.” Benar. Kemantapan rohani dan spiritual adalah penting, tapi tidak kalah penting pula kesiapan fisik kita. Kalau usia Anda 50 puluhan, bahkan banyak jamaah haji Indonesia yang berusia antara 60 hingga 70 tahun, apa yang Anda bayangkan agar ibadah haji Anda nyaman?

Misalnya saja, jarak pondokan ke Masjidil Haram rata-rata sekitar 2-3 km (bahkan ada yang lebih). Kalau kita ingin tiap hari (atau tiap waktu salat) ke masjid, apakah kita membayangkan harus berjalan pergi-pulang 5 km tiap waktu salat. Apalagi kalau subuh, di Mekkah, pada pukul 04.00 pagi biasanya jamaah berduyun-duyun ke Masjidil Haram. Kalau kita telat, pasti hanya dapat tempat di pinggir luaran masjid saja. Padahal cuaca di sana cukup dingin.

Belum lagi untuk menjalankan ibadah inti, yang karena sifat waktunya berdekatan, bersamaan (seluruh jamaah haji sedunia yang dua juta orang itu) juga menjalankannya, dan ketat, akan sangat membutuhkan fisik yang siap dan sehat. Puncak kebutuhan akan fisik yang prima tentulah pada ibadah jumrah Aqobah yang dilaksanakan pada tanggal 10 Dzulhijjah itu. Jumrah Aqobah adalah syarat wajib haji. Saat itulah dua juta lebih jamaah haji sedunia berkumpul untuk melempar batu pada sebuah tugu simbol iblis. Semua harus tuntas pada periode itu.

Dalam jumrah Aqobah inilah, karena dianggap muda di antara jamaah lain, saya memimpin iring-iringan jamaah dari rombongan saya. Ketika mendekati tiang dan berniat melempar yang pertama, tiba-tiba jamaah rombongan yang terpental oleh gelombang jamaah lain dan kami pun terpisah. Saat itulah saya merasakan gelombang hentakan yang paling dahsyat dalam hidup saya. Seumur-umur, tidak pernah saya merasakan hentakan gelombang manusia berdesakan dalam tempat di dunia ini, kecuali di dekat tugu tempat Jumrah Aqobah. Hentakan gelombang manusia terkuat kedua saya rasakan ketika hendak menyentuh Hajar Aswad di Masjidil Haram.

Dalam jumrah itu, seorang jamaah rombongan kami, badannya cukup besar, akhirnya menyerah dan mempercayakan kepada kami setelah istrinya terpisah. Akhirnya setelah kami atur untuk meminggir terlebih dahulu, saya dan beberapa jamaah yang muda mencari di antara gelombang jamaah tersebut, dan syukurlah istrinya ditemukan bersama beberapa ibu lainnya.

Jadi, lebih muda kita berhaji, tentu sedikit membantu kenyamanan kita beribadah.

No comments: